Posted by : Unknown Rabu, 23 Januari 2013


Moment - Episode 2


Dia menggigit bibirnya sambil melipat surat yang kemudian di genggamnya. benarkah kau mencintaiku, Emily?  Denis terlihat sedih setelah membaca surat dari gadis yang menjadi pujaan hatinya . sudah lama mereka berdua memiliki perasaan yang sama, tapi tak satu jua yang berani mengungkapkannya. ia termenung, bingung, kaget dan perasaan bersalah menghantuinya. Tapi, ada sedikit kelegaan dari raut mukanya. Kini dia tahu bahwa Emily mencintainya. Dia mengatupkan bibir . pandangannya tajam ke depan. aku harus memberitahunya bahwa aku juga mencintainya!
kemudian dia tersenyum dan sangat bersemangat untuk mengungkapkan perasaannya. Sekarang? Disini, di rumah sakit ini? Saat Emily terbaring lemah? Denis mengannguk, dia tak peduli dengan semua itu. rasanya sudah cukup, aku memendam perasaan selama 7tahun. Saat ini dia sangat bahagia saking bahagianya dia tersenyum hampir pada setiap perawat, dokter, orang yang beralu lalang dihadapannya bahkan pada tiang yang disandarnya hampir saja diciuminya. Dia menghela nafas panjang lalu mengangguk dan tersenyum. Kemudian dia berbalik menatap kamar tempat Emily di rawat. Dia memicingkan mata dan mengepalkan tangannya. semangat denis!
Klik” udara sejuk menerpanya melewati rongga hidung, perlahan dia mulai memasuki kamar. Jantungnya berdebar tak karuan. Tiba – tiba langkahnya terhenti ketika dia baru menyadari Emily belum jua sadar pasca operasinya 5 jam yang lalu. dia bergerak menuju kursi lipat empuk, duduk tepat di samping Emily. “maafkan aku emily.” Dia meraih tangan Emily dan menciuminya. Matanya terpejam memunculkan bayangan semua hal tentang Emily. terinngat waktu sebelum Emily menghilang tak  ada kabar berita.
Messages
07.00 pm              Emily     : “denis, apakah kau sibuk?”
07.03 pm              Emily     : “aku ingin bertemu denganmu, bisakah kita bertemu skarang?”
07.15 pm              Denis     : “akan ku usahakan.”
08.00 pm              Emily     : “aku menungggumu,”
08.25 pm              Emily     : “kali ini saja, aku mohon.”
08.55 pm              Emily     : “bisakah kau memastikannya?”
09.30 pm              Denis     : “aku sibuk.”
09.32 pm              Emily     : “sebentar saja, ini penting!”
…….
maafkan aku Emily, waktu itu aku tak memenuhi keinginanmu. Tanpa memiliki kesadaran matanya sudah berair memaksa untuk keluar membasahi lesung pipinya. aku menyesal Emily, sungguh! bibirnya gemetar matanya tetap terpejam sambil memenggenggam erat jemari tangan Emily.
 
 
 
 
Setelah beberapa saat matanya masih terpejam. Tak berniat untuk membuka mata seakan tak ingin menerima kenyataan gadis yang dicintainya terbaring lemah seperti itu. Ia tak ingin melihat Emily seperti itu, ia merindukan Emily. Begitu dalam rasa rindunya. Emily bangunlah! aku rindu kau memanggil namaku. aku rindu kamu yang slalu menggangguku. Aku rindu saat kau menyemangatiku. Dan aku ingin mendengar “si manusia menyebalkan!”  . kapan aku akan mendengarnya lagi?
Ada gesekan halus di jemari tangan Denis. Gesekan itu makin menjadi di iringi sorot mata yang perlahan makin tajam. “mmhh,,,”denis menggelinjang kaget dari lamunannya.  Dia berusaha menarik napas,  tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Sepasang bola mata berwarna hitam pekat. “kamu sudah sadar Emily?”
Emily menggeleng, memiringkan kepala mencoba mengingat selagi dia mengacak – acak rambutnya. Tangannya menunjuk kearah Denis “siapa kamu?”
Denis bergeser ke samping, matanya melebar kaget. Alis Denis terangkat, kepalanya ia garuk. “kau masih marah? Maafkan aku.” Matanya bertanya – tanya. ada apa ini, mengapa Emily tak mengenaliku? Apakah dia masih marah?
“Emily, kau sudah sadar? Syukurlah  kakak lega sekarang. Bagaimana perasaanmu?” suara Lisa memotong pikiran Denis. Tak disadari oleh keduanya, Lisa sudah berdiri mengamati mereka sedari tadi. Bahkan sebelum Emily sadar.
“rasanya menyenangkan kak, tidurku pulas sekali.” Dia meregangkan otot – otot tangannya ke samping. Matanya mengankap sosok pria disampingnya lagi. “Tapi, siapa pria ini?” Emily menunjuk tepat mengarah pada bola mata cokelat milik Denis.
Denis menatapnya, terkejut mendengar Emily berkata seperti itu. ia menelan ludah, terasa sakit di kerongkongannya. Ia bingung harus mengatakan apa? Alhasil dia hanya mematung tanpa suara.
Lisa memandangi keduanya secara bergantian. “Emily, itu Denis. Bukankah kau sering menceritakannya? Kakak saja langsung bisa mengenalinya, Dia manis.” Lisa menyenggol tangan Emily berusaha menggoda adiknya itu tapi, di balas Emily dengan tatapan sinis.
Lalu dia melanjutkan  perkataannya selagi tersenyum manis pada Denis.”dan Dia juga Lucu. Denis datang kesini menjengukmu, harusnya kau bahagia bukan? Surat yang kau tuliskan padanya juga sudah ditangannya.” Lisa melirik Emily mencoba meyakinkan Emily bahwa pria yang berdiri disampingnya itu adalah pria yang dicintai Emily. Dan tak mungkin dia melupakan Denis hanya dalam waktu sekejap saja.
                                                                                                                    
 
 
 
“Denis? surat? Cerita tentang Dia? Pada kakak lagis? Siapa dia? Aku bahkan tak ingat pernah mengenalinya?” Emily menggeleng, matanya menyipit. Pandangannya tak lepas dari Denis. Ia berusaha mengingat, tapi kepalanya pusing .
Lisa mengamati sekujur tubuh Emily dengan cermat. Ia baru menyadarinya, ada luka pada pelipis kiri Emily luka itu dibalut kanvas. “tunggu sebentar! Akan ku panggilkan dokter!” matanya menatap Emily dan Denis. Dan kemudian ia berjalan keluar.
Untuk sesaat Denis masih menatap tajam Emily, berusaha menebak apa yang sebenarnya terjadi. Atau mungkin Emily hilang ingatan? Tapi kemudian matanya berpaling, menahan napas. Tanpa kata, Ia membalikkan punggungnya dan berjalan keluar begitu saja. Bagaimana jika benar? Apa yang harus ku lakukan?
 
 
Bersambung ……

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2025 Greget Dafuq - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -