Posted by : Unknown Senin, 10 Desember 2018

Ibuku pernah bilang kepadaku, jangan sekali2 masuk ke dalam ruangan paling pojok di loteng. setiap kali aku bertanya, "kenapa?" dia hanya akan berbisik, "dengarkan saja apa kata ibu".

Mungkin terdengar sepele, namun kalimat sepele ibuku itu terdengar mengerikan bila kau mendengarnya langsung, terutama tatapannya saat mengatakan itu, aku bersumpah aku tidak mau melihat ibuku dengan tatapan itu dengan bibir tersungging itu lagi, meski hanya sekilas aku melihatnya.

aku yakin kalian sering mendengar pepatah konyol tentang, "peraturan dibuat untuk dilanggar", sejujurnya aku lebih senang menyebutnya bila itu manusiawi, dan aku melakukannya.

yang ku ingat waktu itu musim hujan, teman2ku menginap dan bersiap untuk pesta piama serta perang bantal di rumahku, kami memainkan permainan2 cewek pada umummnya, dan kalian pasti tahu apa yang kami mainkan di akhir penutupan sebelum berbaring di selimut masing2.

ya kami bermain permainan kertas pemanggil yang biasa disebut sebagai permainan ouija. mungkin benar bila permainan ini gak lebih dari permainan konyol, tidak masuk akal atau apapun kalian menyebutnya, kami mulai hom pim pa sebelum permainan di mulai.

buku dengan kertas kosong bertilis alphabet dan nomor 0 - 9 serta pensil sudah kami persiapkan, dan hasilnya wulan terpilih sebagai media, kami mulai memutar pensil dari tangan ke tangan dengan mengucapkan mantra : siapapun, apapun dan dimanapun, datanglah, bantu kami untuk tahu siapa kamu dan bagaimana kamu meninggal dunia.

saat pensil sampai di tangan wulan, tiba2 wulan menatap aku dan silia bergantian, ekspresinya tampak tegang, awalnya aku pikir dia berpura2 namun semakin lama ku rasa ia memang sedang tidak bercanda.

wulan mulai mencoret2 kertas dengan pensilnya, bergerak dari huruf, lalu kemudian terbaca.

 "Hello?"

aku dan silia bergantian saling menatap sementara wulan hanya memasang wajah kebingungan.

apapun ini, bercanda atau tidak, ini hanya permainan, kataku dalam hati, jadi aku mulai bertanya.

"hello, siapa namamu?"

tangan wulan mulai bergerak kembali , mencoret dari huruf ke huruf lain, lalu terbaca "wulan".

seketika itu juga aku semakin yakin dia sedang bercanda namun lagi2 wajah tegang itu tampak alami di mataku, "wulan, bagaimana kau meninggal?"

tangan wulan mulai kembali bergerak, menunjukan huruf perhuruf dan terbaca, "DI BUNUH".

seketika itu aku merasakan bulu kudukku merinding, apapun itu permainan ini benar2 tidak lucu, namun wulan masih memasang wajah yang sama, dia terlalu memikat dan bila ini benar2 lelucon maka wulan sangat niat ingin mengerjai kami.

jadi aku bertanya lagi.
"siapa? siapa yang membunuhmu?"
diam, wulan tidak bergerak sedikitpun, apa ini, apa dia tidak mau menjawab pertanyaanku? aku mengganti pertanyaanku, sementara wajah silia tampak sama tegangnya dengan wulan.
"bagaimana ciri2 pembunuhnya?"

masih tidak bergerak, aku tidak mengerti , kenapa wulan tidak menulis lagi. lalu tiba2 aku terpikirkan sebuah pertanyaan, "apa pembunuhnya masih hidup?"

"YA"

aku semakin gugup, jadi aku melanjutkan pertanyaanku.
"aku tidak tahu kenapa kau tidak mengatakan siapa yang membunuhmu, tapi bila aku boleh bertanya lagi, apakah pembunuhmu ada di lingkungan ini?"

"YA"

kami saling bertatap2an satu sama lain, lalu terdengar suara gesekan pensil wulan, dia menunjuk huruf lagi, kali ini lebih banyak.

"DIA ADA DI SINI"

"krieeett..!!"

pintu terbuka dan aku melihat ibuku melangkah masuk, lalu mengatakan "kamu belum tidur, ini sudah larut, ayo cepat bereskan semuanya dan pergi tidur!!"

ku lihat wulan dan silia, wajah mereka berbeda dari sebelumnya, mereka menahan tawa, lalu berlari menuju ranjang. "kau harus lihat wajah ketakutanmu itu"
wulan tertawa, di ikuti silia, aku sadar mereka memang niat mengerjaiku.

ketika wulan dan silia terlelap dalam tidurnya, aku terbangun karena tiba2 ingin membuang air kecil, kubuka pintu kamarku lalu melangkah menuju kamar mandi di lantai 1, sebelum turun mataku melihat ke pintu di ujung, tepat di depannya, tergeletak sebuah buku dan pensil di atasnya.

"serius!! mereka belum puas mengerjaiku"

aku berjalan mendekati buku itu sebelum aku sadar itu adalah buku yang kami gunakan untuk bermain dan di atasnya tertulis dengan jelas.
"AKU DISINI!!"

ku tatap pintu itu dengan ragu, mendekati lalu menyentuh knop pintunya, namun sebelum memutarnya aku terlebih dahulu mengintip apa yang ada di dalamnya, tidak ada apa2 selain hanya pemandangan gelap dengan lemari dan perabotan tua, kecuali, aku tidak tahu bila ada boneka disana. fisiknya menyerupai manusia namun sangat kecil, lebih kecil dariku mungkin.

aku sadar boneka itu sangat aneh, pakaiannya putih dengan sesuatu yang hitam dan panjang, lalu aku yakin boneka itu terjatuh dari meja, suara debumnya terdengar, tiba2 aku tersentak saat boneka yang lebih terlihat seperti wajah gadis dengan wajah berlumuran darah itu merangkak. aku terjatuh dan siap untuk lari sebelum aku sadar ibuku berdiri di depanku.

"KAU BELUM MEMBUKANNYA KAN?"

ku gelengkan kepalaku, lalu ibu menggenggam tanganku.
"bagus!!"

ibu mengantarkanku kembali ke kamarku, sebelum itu aku bertanya,
"kenapa ibu membunuhnya?"

ibu menatapku kosong lalu menutup bibirku dengan jari telunjuknya lalu berbisik.

"nanti saat dewasa kamu akan mengerti, kau juga nanti tidak membutuhkan wulan dan silia lagi disampingmu. setiap anak yang tumbuh dewasa harus melupakan teman imajinasi mereka!! .


END

Tinggalkan Komentar Anda Sebagai Tanda Terima Kasih.. :)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2025 Greget Dafuq - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -